IDI – Seorang pencari rotan di pedalaman Aceh Utara dan Aceh Timur memberi kesaksian mengejutkan. Pria ini mengaku pernah bertemu manusia bertubuh kerdil yang diduga sebagai Suku Mante dan Suku Keumeun.Dia adalah Tgk Rajab (57) alias ‘Pawang Uteun’, warga Gampong Tanoh Mirah, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara.
Pada suatu hari, kata Pawang Uteun, saat mencari rotan dan jernang di pedalaman Pante Bidari- Lhoknibong, Aceh Timur, dirinya bersama dua orang teman melihat sekelompok orang yang diduga Suku Keumeun di tepi sungai Arakundo.
“Saat itu mereka sedang mencari ikan. Kami sempat mengintip. Mereka berbicara dengan bahasa yang tidak kita mengerti. Seperti suara burung,” kata Tgk Rajab, Sabtu (1/4/2017).
Sayangnya, kata Tgk Rajab, ketika keberadaan pihaknya diketahui mereka langsung melarikan diri ke hutan belantara.
“Di belantara Aceh bukan hanya Suku Mente, tetapi ada juga Suku Keumeun. Saya ada beberapa kali bertemu dengan Suku Mante dan Suku Koemeun,” kata Tgk Rajab lagi.
Menurut Tgk Rajab, Suku Keumeun postur tubuhnya lebih kecil dari Suku Mante.
“Menurut cerita, ciri-ciri Suku Keumeun badannya lebih kecil dari Suku Mante. Suku Komeun kerdil berambut panjang, kukunya tajam seperti pisau, mulutnya sumbing, jari-jari kakinya ke belakang beda dengan kaki manusia biasa dan larinya sangat lincah,” katanya.
Suku Keumeun dan Suku Mante, menurut Tgk Rajab, hidup berkelompok-kelompok antara 15 orang hingga 20 orang.
Menurut pria asal Gayo Lues ini, keberadaan Suku Mante dan Suku Keumeun tersebar di belantara Aceh, mulai dari kaki gunung Seulawah hingga daerah pedalaman Lokop, Aceh Timur.
“Saya pernah juga bertemu dan melihat mereka di daerah pedalaman Lokop, Aceh Timur, antara belantara Lokop dengan Gayo Lues. Jadi apa yang dilihat oleh rombongan pecinta alam itu bukan tuyul, tapi itu adalah Suku Mante atau Suku Keumeun,” katanya.
Tapi dari postur tubuh mereka yang kerdil bisa saja itu Suku Keumeun. Sepengetahuan Tgk Rajab, Suku Mante dan Suku Keumeun mengonsumsi di antaranya ikan, daun-daunan, buah-buahan dan daging hewan.
“Bahkan makanan bawaan kita juga terkadang hilang diambil mereka. Kedua suku yang hidup di belantara Aceh tersebut, tidak mengusik jika melihat kita. Mereka lari dan menghidar saja,” jelasnya.
Setidaknya begitulah pengakuan Tgk Rajab kepada Ketua Asosiasi Pariwisata Indonesia, Kabupaten Aceh Timur, Masri.
EmoticonEmoticon