Masa kampanye calon Bupati Bireuen yang seyogianya untuk menyampaikan visi dan misi serta gagasan pembangunan ke depan. Berubah menjadi ajang “menghujat” Tu Sop, yang juga ikut ambil bagian dalam kontestasi kali ini.
Dengan ragam bahasa melalui berbagai mulut juru kampanye, Tu Sop yang bernama lengkap Teungku H. Muhammad Yusuf A. Wahab, dihajar dengan berbagai cara. Pada intinya, mereka ingin mengatakan bahwa ulama seperti Tu Sop tidak pantas untuk maju dalam Pilkada Bireuen.
“Ulama tidak cocok menjadi bupati. Karena dunia pemerintahan kotor,” teriak seorang jurkam di atas panggung kampanye.
“Bukan teungku tidak boleh memilih teungku, tapi pertanyaannya begini:Kenapa teungku tidak mendengar kata ulama?,” Ujar seorang jurkam lainnya yang mengaku diri sebagai pimpinan salah satu dayah di Bireuen.
“Indonesia tidak berdasarkan Quran dan hadist!” Teriak seorang calon bupati.
“Saya bukan ulama, sehingga tidak menjadi persoalan ketika maju. Saya hanya teungku biasa,” ujar seorang calon wakil bupati.
“Alahai, saya sudah tujuh kali bertemu Tu Sop dan menyampaikan akan maju. Kenapa pula beliau juga maju,” keluh kandidat lainnya dalam sebuah diskusi non formal.
Tidak hanya di situ, untuk mencitrakan bila Tu Sop adalah sosok yang buruk, ada pihak yang secara terus menerus, melalui tim pemenangannya memproduksi berita usang tentang larangan beberapa ulama di Bireuen, agar Tu Sop tidak maju. Juga disebarkan rekaman audio tentang pandangan miring Abu Mudi terhadap Tu Sop. Serta isu korupsi yang ditimpa kepada Tu Sop, yang hingga kini tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Menanggapi fenomena ini, Tu Sop, yang berpasangan dengan dr. Purnama Setia Budi, dengan nomor urut 3 mengatakan, dirinya tidak heran dengan kondisi yang demikian.
“Bila ada yang bertanya, kenapa saya maju? Karena hal demikianlah, sehingga saya maju. Mereka yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan, tidak akan pernah mau dan tidak akan pernah mampu untuk memperbaiki moral umat. Untuk memperbaiki bangsa ini, hal utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah moral yang baik,” ujarnya.
Menurut Tu Sop, bagi pihak-pihak yang selama ini menentang dirinya secara vulgar, telah mempersepsikan Tu Sop sesuai dengan kaidah pikir mereka sendiri.
“Ketika mereka mengatakan sesuatu tentang saya, mereka sudah punya persepsi sendiri. Jadi persepsi itu hasil rekaan pelakunya. Sehingga mereka bergelut dengan apa yang mereka pikirkan.
“Akhirnya, apa yang disampaikan ke publik, hanyalah pikiran mereka sendiri. Mereka mencoba menerjemahkan saya, padahal yang diterjemah itu, diri mereka sendiri,” ujarnya.
Tu Sop mengaku telah siap berkompetisi secara fair. Karena bagi ulama energik ini, kemenangan yang digapai dari usaha yang salah, akan membawa kehancuran.
“Untuk apa menang, bila berasal dari perbuatan curang. Biarlah kalah dengan cara terhormat, dari pada menang dengan cara yang salah,”
Untuk itu ia menghimbau, atas semua black campaign atas dirinya yang dilakukan oleh pihak lain, dirinya meminta agar tidak ada dari timnya yang membalas.
“Arus perbaikan tidak boleh dibangun dengan cara-cara yang salah. Untuk itu, tidak perlu ada pembalasan apapun. Karena bergerak dengan perilaku mulia lebih bermakna dari sekedar meraih suara. Kita butuh menang, untuk memperbaiki yang bisa kita perbaiki. Namun, kemenangan yang diraih dengan cara yang salah, tidak pernah saya inginkan,” imbuhnya. []
Dengan ragam bahasa melalui berbagai mulut juru kampanye, Tu Sop yang bernama lengkap Teungku H. Muhammad Yusuf A. Wahab, dihajar dengan berbagai cara. Pada intinya, mereka ingin mengatakan bahwa ulama seperti Tu Sop tidak pantas untuk maju dalam Pilkada Bireuen.
“Ulama tidak cocok menjadi bupati. Karena dunia pemerintahan kotor,” teriak seorang jurkam di atas panggung kampanye.
“Bukan teungku tidak boleh memilih teungku, tapi pertanyaannya begini:Kenapa teungku tidak mendengar kata ulama?,” Ujar seorang jurkam lainnya yang mengaku diri sebagai pimpinan salah satu dayah di Bireuen.
“Indonesia tidak berdasarkan Quran dan hadist!” Teriak seorang calon bupati.
“Saya bukan ulama, sehingga tidak menjadi persoalan ketika maju. Saya hanya teungku biasa,” ujar seorang calon wakil bupati.
“Alahai, saya sudah tujuh kali bertemu Tu Sop dan menyampaikan akan maju. Kenapa pula beliau juga maju,” keluh kandidat lainnya dalam sebuah diskusi non formal.
Tidak hanya di situ, untuk mencitrakan bila Tu Sop adalah sosok yang buruk, ada pihak yang secara terus menerus, melalui tim pemenangannya memproduksi berita usang tentang larangan beberapa ulama di Bireuen, agar Tu Sop tidak maju. Juga disebarkan rekaman audio tentang pandangan miring Abu Mudi terhadap Tu Sop. Serta isu korupsi yang ditimpa kepada Tu Sop, yang hingga kini tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Menanggapi fenomena ini, Tu Sop, yang berpasangan dengan dr. Purnama Setia Budi, dengan nomor urut 3 mengatakan, dirinya tidak heran dengan kondisi yang demikian.
“Bila ada yang bertanya, kenapa saya maju? Karena hal demikianlah, sehingga saya maju. Mereka yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan, tidak akan pernah mau dan tidak akan pernah mampu untuk memperbaiki moral umat. Untuk memperbaiki bangsa ini, hal utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah moral yang baik,” ujarnya.
Menurut Tu Sop, bagi pihak-pihak yang selama ini menentang dirinya secara vulgar, telah mempersepsikan Tu Sop sesuai dengan kaidah pikir mereka sendiri.
“Ketika mereka mengatakan sesuatu tentang saya, mereka sudah punya persepsi sendiri. Jadi persepsi itu hasil rekaan pelakunya. Sehingga mereka bergelut dengan apa yang mereka pikirkan.
“Akhirnya, apa yang disampaikan ke publik, hanyalah pikiran mereka sendiri. Mereka mencoba menerjemahkan saya, padahal yang diterjemah itu, diri mereka sendiri,” ujarnya.
Tu Sop mengaku telah siap berkompetisi secara fair. Karena bagi ulama energik ini, kemenangan yang digapai dari usaha yang salah, akan membawa kehancuran.
“Untuk apa menang, bila berasal dari perbuatan curang. Biarlah kalah dengan cara terhormat, dari pada menang dengan cara yang salah,”
Untuk itu ia menghimbau, atas semua black campaign atas dirinya yang dilakukan oleh pihak lain, dirinya meminta agar tidak ada dari timnya yang membalas.
“Arus perbaikan tidak boleh dibangun dengan cara-cara yang salah. Untuk itu, tidak perlu ada pembalasan apapun. Karena bergerak dengan perilaku mulia lebih bermakna dari sekedar meraih suara. Kita butuh menang, untuk memperbaiki yang bisa kita perbaiki. Namun, kemenangan yang diraih dengan cara yang salah, tidak pernah saya inginkan,” imbuhnya. []
EmoticonEmoticon