Kurang Tepat Ulama Masuk ke Pemerintahan
Ulama kharismatik dari Aceh "Tgk H Muhammad Amin (Abu Tumin) Blang Bladeh" menyatakan sangat kurang tepat jika ada ulama berkeinginan masuk ke pemerintahan dengan mencalonkan diri untuk menjadi kepala daerah. "Jika ada itu berarti telah melanggar wasiat para indatu (nenek moyang) dan ulama pendahulu," kata Abu Tumi.
Hal itu juga dikatakan Abu Tumin, karena dirinya juga telah mendapat kabar bahwa di Aceh ada ulama yang akan mencalonkan diri menjadi kepala pemerintah. Menanggapi hal tersebut, Abu Tumin, menerangkan, berdasarkan kepada riwayat dan pengalaman dirinya, sejak zaman Belanda, Jepang hingga berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, belum pernah ada di Aceh, ulama terjun ke pemerintahan dengan menjadi kepala daerah seperti gubernur, bupati dan walikota.
"Pada masa kejayaan Kerajaan Aceh pun, ulama hanya menjadi penyeimbang dan menjadi penasehat kepada pemerintah atau Raja, jika sekiranya dibutuhkan dan diminta pendapat oleh pemerintah, jadi Abu Tumin mengatakan jika seorang ulama menjadi kepala daerah, bila nantinya ada kekeliruan dalam menjalankan pemerintahan, maka imbasnya bukan hanya kepada ulama yang bersangkutan saja tetapi juga meluas kepada ulama lainnya yang ada di Aceh umumnya khususnya di Bireuen.
"Jika ulama jadi bupati imbasnya ulama tidak bebas lagi berbicara tentang masalah kehidupan rakyat. Lebih lagi ketika seorang ulama dulunya mengatakan hal macam-macam tentang pemerintah, bagaimana jika ulama yang menjadi kepala daerah," jelas Abu Tumin.
Jika alasan seorang ulama menjadi kepala daerah untuk memperbaiki Kabupaten Bireuen, maka cukup dilakukan dengan nilai-nilai agama melalui dakwah dan pengajian serta memberikan masukan kepada pemerintah untuk diperbaiki, sekiranya ada kekeliruan.
"Dalam kondisi hari ini, saya berpendapat dan juga mengajak masyarakat Kabupeten Bireuen, berilah kesempatan sekali lagi kepada Ruslan untuk memimpin kembali Bireuen periode lima tahun ke depan. Karena kenyataan selama ini, banyak sekali program pembangunan yang sudah dilakukan Ruslan untuk kepentingan masyarakat Bireuen," ucap Abu Tumin.
Jikalau ada ulama yang hari ini mau mencalonkan diri, itu sangat mengejutkan saya," ujarnya.Hal itu juga dikatakan Abu Tumin, karena dirinya juga telah mendapat kabar bahwa di Aceh ada ulama yang akan mencalonkan diri menjadi kepala pemerintah. Menanggapi hal tersebut, Abu Tumin, menerangkan, berdasarkan kepada riwayat dan pengalaman dirinya, sejak zaman Belanda, Jepang hingga berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, belum pernah ada di Aceh, ulama terjun ke pemerintahan dengan menjadi kepala daerah seperti gubernur, bupati dan walikota.
"Pada masa kejayaan Kerajaan Aceh pun, ulama hanya menjadi penyeimbang dan menjadi penasehat kepada pemerintah atau Raja, jika sekiranya dibutuhkan dan diminta pendapat oleh pemerintah, jadi Abu Tumin mengatakan jika seorang ulama menjadi kepala daerah, bila nantinya ada kekeliruan dalam menjalankan pemerintahan, maka imbasnya bukan hanya kepada ulama yang bersangkutan saja tetapi juga meluas kepada ulama lainnya yang ada di Aceh umumnya khususnya di Bireuen.
"Jika ulama jadi bupati imbasnya ulama tidak bebas lagi berbicara tentang masalah kehidupan rakyat. Lebih lagi ketika seorang ulama dulunya mengatakan hal macam-macam tentang pemerintah, bagaimana jika ulama yang menjadi kepala daerah," jelas Abu Tumin.
Jika alasan seorang ulama menjadi kepala daerah untuk memperbaiki Kabupaten Bireuen, maka cukup dilakukan dengan nilai-nilai agama melalui dakwah dan pengajian serta memberikan masukan kepada pemerintah untuk diperbaiki, sekiranya ada kekeliruan.
"Dalam kondisi hari ini, saya berpendapat dan juga mengajak masyarakat Kabupeten Bireuen, berilah kesempatan sekali lagi kepada Ruslan untuk memimpin kembali Bireuen periode lima tahun ke depan. Karena kenyataan selama ini, banyak sekali program pembangunan yang sudah dilakukan Ruslan untuk kepentingan masyarakat Bireuen," ucap Abu Tumin.
EmoticonEmoticon