Minggu, 08 Mei 2016

Urusan Aceh Belum Terselesaikan, Aceh Peringatkan Indonesia Jangan Main-main Dengan Aceh

Urusan Aceh Belum Terselesaikan, Aceh Peringatkan Indonesia Jangan Main-main Dengan Aceh


Mengingat kasus aceh yang belum selesai sampai sekarang, dengan berat hati harus bicara kelahiran negara Republik Indonesia. Sebab, dari situlah kisah gerakan menuntut kemerdekaan dimulai dan baru lima hari setelah RI diproklamasikan, Aceh menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap kekuasaan pemerintahan yang beribukota di Jakarta. Di bawah Residen Aceh, yang juga tokoh terkemuka, Tengku Nyak Arief, Aceh menyatakan janji kesetiaan dan mendukung kemerdekaan RI dan Aceh sebagai bagian tak terpisahkan.

Pada 23 Agustus 1945 sudah sedikitnya 56 tokoh Aceh berkumpul dan mengucapkan kalimat sumpah. ''Demi Allah, saya akan setia dan membela kemerdekaan Republik Indonesia sampai titik darah saya yang terakhir.'' Kecuali Mohammad Daud Beureueh tetapi seluruh tokoh dan ulama Aceh mengucapkan janji itu. Pukul 10.00, Husein Naim dan M Amin Bugeh mengibarkan bendera di gedung Shu Chokan (sekarang kantor gubernur). Tengku Nyak Arief gubernur di bumi Serambi Mekah.

Baca Juga Sosok Pahlawan Nasional Aceh


Tetapi, ternyata tidak semua tokoh Aceh yang mengucapkan janji setia itu. Mereka para hulubalang, prajurit di medan laga. Prajurit yang berjuang melawan Belanda dan Jepang dan mereka yakin, tanpa RI pun mereka bisa mengelola sendiri negara Aceh. Inilah kisah awal sebuah gerakan untuk kemerdekaan. Perintisnya adalah Daud Cumbok yang bermarkas di daerah Bireuen. Tokoh-tokoh ulama menentang Daud Cumbok. Melalui tokoh dan para pejuang Aceh, M. Nur El Ibrahimy, Daud Cumbok digempur dan kalah. Dalam sejarah ini dinamakan perang saudara atau Perang Cumbok yang menewaskan tak kurang 1.500 orang dalam perang selama setahun hingga 1946.


Hingga tahun 1948, ketika pemerintahan RI berpindah ke Yogyakarta dan Syafrudin Prawiranegara ditunjuk menjabat Presiden Pemerintahan Darurat RI (PDRI), Aceh minta menjadi propinsi sendiri. Saat itulah, M. Daud Beureueh dilantik sebagai Gubernur Militer Aceh.

Oleh karena kondisi negara terus labil dan Belanda merajalela kembali, muncul gagasan untuk melepaskan diri dari RI. Ide tersebut datang dari dr. Mansur. Wilayahnya tak cuma Aceh. Tetapi, meliputi Aceh, Nias, Tapanuli, Sumatera Selatan, Indragiri, Riau, Bengkulu,  Lampung, Bengkalis, Jambi, dan Minangkabau. Daud Beureueh menentang ide ini dan dia pun berkampanye kepada seluruh rakyatnya bahwa Aceh adalah bagian RI. Sebagai tanda bukti, Beureueh memobilisasi dana dari rakyat.

Setahun kemudian, 1949, Beureueh sukses mengumpulkan dana rakyat 500.000 dolar AS. Uang itu kemudian disumbangkan utuh untuk bangsa Indonesia. Uang tersebut diberikan untuk ABRI 250 ribu dolar, 50 ribu dolar untuk biaya perkantoran pemerintahan negara RI, 100 ribu dolar untuk mengembalikan pemerintahan RI dari Yogyakarta ke Jakarta, dan 100 ribu dolar disumbangkan kepada pemerintah pusat melalui AA Maramis dan Aceh juga menyumbang emas lantakan untuk membeli obligasi pemerintah dan membiayai berdirinya perwakilan dari RI di India, Singapura dan pembelian dua pesawat terbang untuk keperluan para pemimpin RI. Saat itulah Soekarno menyatakan Aceh adalah modal utama kemerdekaan RI.

Setahun berlangsung tumbuhlah kekecewaan karena Propinsi Aceh dilebur ke bahagian Propinsi Sumatera Utara tentunya Rakyat Aceh yang marah karena janji Soekarno pada 16 Juni 1948 bahwa Aceh akan diberi hak mengurus untuk rumah tangganya sendiri sesuai syariat Islam tidak juga dipenuhi.

Intinya, Daud Beureueh tetap ingin dapat pengakuan hak menjalankan agama di Aceh. Bukan malah dilarang dan Beureueh tak minta merdeka, cuma minta kebebasan untuk menjalankan agamanya sesuai syariat Islam kemudian Daud Beureueh pun menggulirkan ide pembentukan Negara Islam Indonesia pada April 1953. Ide ini di Jawa Barat telah diusung seorang Kartosuwiryo pada 1949 melalui Darul Islam. Lima bulan kemudian, Beureueh menyatakan siap bergabung dan mengakui NII Kartosuwiryo.
Dari sinilah permulaan Beureueh melakukan gerilya. Rakyat Aceh yang notabene beragama Islam, mendukung sepenuhnya ide NII itu dan Tentara NII pun dibentuk, bernama Tentara Islam Indonesia (TII). maka terkenallah pemberontakan DI/TII di sejumlah daerah kemudian Beureueh lari ke hutan. Cuma, ada sebuah tragedi di sini. Ketika 1955 telah terjadi pembunuhan masal oleh TNI. Sekitar 64 warga Aceh tak berdosa disiksa secara keji di lapangan lalu ditembaki. Aksi ini mengecewakan tokoh Aceh yang pro Soekarno. Mereka melakukan perundingan Melalui berbagai gejolak, pada 1959, Aceh memperoleh status propinsi daerah istimewa.

Malah Dikhianati

Beureueh merasa telah dikhianati oleh Soekarno. Bung Karno tidak mengindahkan struktur kepemimpinan dan adat-istiadat serta tidak menghargai peranan ulama dalam kehidupan dan bernegara. Padahal rakyat Aceh itu sangat besar kepercayaannya kepada ulama. Gerilya dilakukan, namun Bung Karno mengerahkan seluruh tentaranya ke Aceh. Pada Tahun 1962, Beureueh dibujuk menantunya El Ibrahimy agar menuruti Menhankam AH Nasution supaaya menyerah. Beureueh menurut karena ada janji akan dibuatkan UU Syariat Islam bagi rakyat Aceh dan baru terwujud tahun 2001.

GAM lahir di era Soeharto. Saat itu, sedang terjadi industrialisasi di Aceh pasalnya Soeharto benar-benar mencampakkan adat dan segala penghormatan rakyat Aceh. Efek judi melahirkan prostitusi, bar, mabuk-mabukan, dan segala macam yang bertentangan dengan Islam dan adat rakyat Aceh. Kekayaan alam Aceh dikuras melalui pembangunan industri yang dikuasai orang-orang asing melalui restu pusat. Sementara rakyat Aceh tetap miskin. Pendidikan rendah, kondisi ekonomi begitu sangat memprihatinkan.

Melihat hal ini, Daud Beureueh dan tokoh tua Aceh yang sudah tenang lalu bergerilya kembali untuk mengembalikan kehormatan rakyat, adat Aceh dan agama Islam. Pertemuan digagas tahun 1970-an. Mereka bersepakat untuk meneruskan pembentukan Republik Islam Aceh, yakni sebuah negeri yang mulia dan penuh ampunan Tuhan. Kini mereka menyadari tujuan itu tak bisa tercapai tanpa senjata.

Lalu diutuslah Zainal Abidin untuk menemui Hasan Tiro yang sedang study di Amerika. Pertemuan terjadi tahun 1972 dan disepakati Tiro akan mengirim senjata ke Aceh. Zainal tak lain adalah kakak kandung Tiro. Sangat di sayangkan senjata tak juga dikirim hingga Beureueh meninggal. Hasan Asleh bersama Zainal Abidin, Jamil Amin,  Hasan Tiro, Ilyas Leubee, dan masih banyak lagi berkumpul di kaki Gunung Halimun, Pidie. Di sana pada 24 Mei 1977, para tokoh eks DI/TII bersama tokoh muda Aceh mendirikan GAM.

Selama empat hari bersidang, Daud Beureueh di lantik sebagai pemimpin tertinggi. Sementara Hasan Tiro yang tak hadir dalam pendirian GAM itu ditunjuk sebagai wali negara. GAM yang  terdiri atas 15 menteri, empat pejabat setingkat menteri dan enam gubernur. Mereka pun bergerilya demi memuliakan rakyat Aceh serta adat, dan agamanya yang diinjak-injak Soeharto.

Memiliki Pabrik Senjata dan Berlatih di Libia

Setelah didirikan dan GAM mendapat dukungan rakyat. Hubungan dengan dunia internasional terus dibangun. Kekuatan bersenjata pun mulai disusun. Berapa jumlah anggota GAM, bagaimana kekuatannya, jaringan internasionalnya, dan dananya?

Simak lanjutan Sepak Terjang GAM Mengembalikan Hrkat dan Martabat Aceh


EmoticonEmoticon