Senin, 02 Januari 2017

Mari Berubah demi Pendidikan Aceh

Tags

DINAS Pendidikan Aceh benar-benar menjadi trending topic sepanjang 2016 lalu. Skandal videotron senilai Rp 8,5 miliar untuk pengadaan 5 videotron untuk 5 kabupaten dan pengadaan dua paket buku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan pagu Rp 8 miliar belum lekang dari ingatan, kisah perih lainnya pun muncul mencoreng dunia pendidikan kita. Berita miring proyek pengadaan buku Budi Pekerti untuk SD/MI, SMP/MTsN dan buku Nilai Karakter Berbasis Hadis dan Alquran untuk SMA/SMK dengan pagu Rp 11,6 miliar dari APBA 2016, sebagaimana temuan Komisi V DPRA menambah nestapa di pengujung 2016.

Hal ini semakin menunjukkan penanggung jawab pendidikan provinsi Aceh kian hilang integritasnya dalam membangun kualitas
pendidikan di tanoh indatu ini. Mereka hanya masygul dengan proyek yang cuma menguntungkan secara finansial. Entah kapan kita dapat melihat prestasi dinas ini dalam mengubah nasib pendidikan Aceh, sehingga Disdik kita menjadi trending topic karena mendapatkan penghargaan, bukan karena penyelewengan dana.

Usut tuntas
Kasus penyalahgunaan dana di Disdik menjadi perhatian besar aktivis antikorupsi dan berharap kepada pihak berwajib untuk mengusut tuntas agar nasib pendidikan Aceh dapat disetir ke arah yang lebih baik. “Aparat kepolisian atau kejaksaan harus masuk, jangan menunggu, sehingga kasus ini tidak tertahan begitu saja. Kita menduga adanya kesengajaan dalam proses pelelangan yang melibatkan satu penerbit, apalagi proyek ini cukup besar,” ungkap aktivis GeRAK Aceh, Hayatuddin.

Harapan yang sama juga disampaikan oleh koordinator FAKTA (Forum Anti Korupsi dan Transparansi Anggaran) Indra P Keumala yang menginginkan pemerintah Aceh melakukan audit invertigasi terhadap proses pengadaan buku tersebut agar ke depan masalah serupa tidak terulang lagi.

Sejauh ini, kita menyimpulkan bahwa dinas mulia ini setidaknya memiliki tiga proyek “mahadahsyat” tahun ini; videotron, pengadaan buku PAUD dan pengadaan buku Budi Pekerti. Saya berharap temuan ini menjadi skandal terakhir di instansi tersebut. Patut kita syukuri akibat desakan masyarakat, kasus videotron akhirnya selesai dengan pengalihan dananya untuk pengadaan komputer sebagai persiapan menuju Ujian Nasional (UN) berbasis komputer tingkat SMA/SMK pada tahun 2017. Semoga kasus pengadaan buku PAUD dan buku Budi Pekerti juga dapat diselesaikan dengan arif dan bijaksana serta bermanfaat langsung bagi dunia
pendidikan Aceh.

Semua orang tahu, bahwa Dinas Pendidikan merupakan salah satu dinas paling basah di negeri ini. Namun kebasahan dinas ini sebenarnya menunjukkan fungsi dan tanggung jawab instansi ini yang berat, yaitu menjamin terselenggaranya pendidikan di seantero Aceh sebagai perwujudan dari amanah undang-undang mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari perspektif agama, instansi ini sebenarnya memiliki tugas amat religius. Tugas di mana pada awal penciptaan Adam as justeru dijalankan oleh Allah Swt sendiri, sebagaimana firman-Nya, “Wa `allama adama al asma a kullaha tsumma `aradhahum `ala al malaikah... - Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat...” (QS. al-Baqarah: 31).

Oleh sebab itu, dinas ini idealnya diisi oleh orang yang memiliki integritas kebangsaan yang tinggi. Jika merujuk kepada paparan di atas, sejatinya manusia yang bekerja di sini adalah mereka yang nasionalis-religius. Orang dengan karakter ini tentu saja dijamin kualitas integritasnya, sehingga lahan basah ini tidak disalahgunakan sebagaimana yang terjadi sekarang. Lahan basah justru dijadikan sebagai obyek politis untuk mengeruk keuntungan pribadi maupun kelompok.

Itulah sebabnya mengapa persoalan pendidikan kita tidak pernah selesai, bahkan di tingkat paling dasar. Misalnya, soal gedung sekolah. Dengan dana yang begitu banyak masih ada sekolah di Aceh yang tidak layak disebut sekolah. SMP Merdeka di Gampong Tampur Paloh, Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur, misalnya, adalah satu contoh sekolah memilukan, sebagaimana paparan Misbahul Jannah dalam artikelnya di harian ini (25/7/2016).

Begitu juga halnya di Pulo Aceh yang hanya mempunyai satu sekolah dasar dengan minimnya tenaga pengajar seperti yang didokumentasikan dalam film dokumenter Syurga yang Terabaikan. Sekarang kepedihan lainnya muncul, sebanyak 4.000 guru kontrak di seluruh Aceh terancam diputuskan kontrak.

Mari berubah
Selain soal peringkat pendidikan Aceh yang 32 dari 34 provinsi secara Nasional atau kompetensi guru yang masih di bawah standar, dunia pendidikan kita juga mempunyai PR besar, yaitu tidak ada lagi sekolah yang tidak layak disebut sekolah di Aceh. Bagaimana semua orang dapat mengakses pendidikan dengan mudah, dan sebaran guru yang seimbang di seluruh sekolah di Aceh. Mengatasi hal ini bagi Dinas Pendidikan Aceh yang “kaya-raya” itu tidaklah sesulit menaikkan peringkat pendidikan Aceh di tingkat Nasional.

Kasus ini tentu saja harus diusut tuntas agar semuanya menjadi terang benderang di hadapan rakyat. Bagi Dinas Pendidikan, dengan sejumlah masalah dan kritik yang dialamatkan ke dinas ini, semestinya menjadi kesempatan bagi mereka untuk mengubah orientasi kerja, dari money oriented ke orientasi tanggung jawab dan ibadah. Sebab, dinas ini sesungguhnya instansi yang sangat mulia di mata negara, bahkan agama.
Sementara di sisi lain kita melihat ada pihak yang tergerak hatinya untuk memberdayakan pemerataan pendidikan untuk anak-anak Aceh. Mereka terus berusaha dengan sekuat tenaga disertai keihklasan yang tinggi agar anak-anak Aceh mendapat pendidikan . Satu contoh adalah yang dilakukan oleh Gerakan Pidie Mengajar dan lembaga-lembaga pendidikan nonformal di pelosok-pelosok desa.

Mereka terus-menerus mengajar tanpa pamrih, meluangkan waktunya, menyediakan buku bacaan gratis kepada anak-anak agar anak-anak Aceh tidak buta aksara. Melihat kerja keras mereka dalam berjuang demi menyetir
pendidikan Aceh ke arah lebih baik, yang membantu Aceh meraih “generasi emas”. Masihkah ada pihak yang berniat “main-main” dengan anggaran pendidikan ? Maka berubahlah demi nasib pendidikan Aceh. Semoga!

* Lailatussaadah, dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh. Email: lailamnur27@gmail.com


EmoticonEmoticon