BANDA ACEH - Calon gubernur Aceh, Dr
Abdullah Puteh MSi keberatan dan tampak kesal atas tudingan Komisi Penyiaran Indonesia Aceh (KPIA) terkait pernyataannya yang dinilai berada di luar konteks saat debat pasangan calon (paslon) gubernur/wakil gubernur Aceh tahap I berlangsung Kamis, 22 Desember 2016.
Rabu (11/1) kemarin, Abdullah Puteh dipanggil Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh untuk dimintai keterangan terkait pernyataan KPIA. Namun, Puteh tampak enggan memberikan klarifikasi, bahkan ia tampak ‘menceramahi’ Anggota Panwaslih Aceh.
Puteh dipanggil ke Kantor Panwaslih Aceh di Banda Aceh kemarin bersama dua cagub lainnya, yakni Apa Karya dan Zaini Abdullah. Ketiganya dipanggil untuk dimintai keterangan karena dinilai telah berujar di luar konteks dalam debat pertama, sebagaimana direkomendasikan KPIA. Dari tiga cagub itu, hanya Zaini Abdullah yang tidak hadir. Zaini kabarnya sedang berada di luar Banda Aceh.
Abdullah Puteh yang hadir sekitar pukul 10.00 WIB, mendapat giliran kedua untuk dimintai keterangan. Puteh tampak ditemani wakilnya, Sayed Mustafa Usab dan beberapa sahabatnya, seperti Muhammad Yus (mantan ketua DPRA), Thanthawi Ishak (mantan sekda Aceh), dan beberapa orang lainnya.
Puteh dimintai keterangan oleh Anggota
Panwaslih Aceh, Tarmizi, Ismunazar, dan Irhamsyah di ruang rapat di kantor itu. Pertemuan dan permintaan keterangan itu berlangsung agak tegang. Puteh sebagaimana dituding KPIA bersalah, tapi ia tidak menerima hal itu. Puteh bahkan mengaku tidak bersalah.
Dalam diskusi yang berujung debat itu, beberapa kali Puteh terlihat mempertahankan idenya. Ia bahkan beberapa kali seperti mengajari dan ‘menceramahi’ Panwaslih . Puteh tetap menyebutkan bahwa ia tidak bersalah sebagaimana rekomendasi KPIA.
“Bapak pelajari dulu di mana pelanggarannya. Bapak bahasa Indonesia bisa kan? Bapak ini kan panduan politik, penegak hukum. Kalau benar, Bapak masuk surga, tapi kalau salah masuk neraka,” terang Puteh dengan suara lantang sambil menatap Anggota Panwaslih Aceh.
Puteh tampak sangat keberatan atas tudingan KPIA yang kemudian direkom ke Panwaslih Aceh, lalu mengundang dirinya untuk memberi keterangan terkait hal itu. Dalam kesempatan di Kantor Panwaslih Aceh kamarin, Puteh mengatakan, seharusnya Panwaslih Aceh menelaah dulu rekomendasi atau laporan KPIA itu, sebelum memanggil dirinya untuk menghadap. “Bapak bisa minta bukti dulu sama dia (KPIA), di mana pelanggarannya? Jadi, jangan ujung-ujung panggil kami, saya nggak marah ya Pak, supaya ini jadi pelajaran ke depan, jangan terulang,” imbuh Puteh yang juga menegaskan bahwa ia tak mau diklarifikasi secara tertulis oleh Panwaslih Aceh.
Pernyataan itu langsung ditanggapi Anggota
Panwaslih Aceh, Tarmizi. Ia mengatakan, pemanggilan itu memang tugas dari Panwaslih Aceh untuk memintai keterangan dari Abdullah Puteh guna menindaklanjuti laporan KPIA. “Jadi begini Pak Abdullah Puteh , ketika kami menerima laporan dengan identitas yang jelas, hak kami memanggil. Dan jika orang yang kami panggil tidak mau memberi keterangan, itu hak orang tersebut, nggak masalah Pak, ini terbuka sesuai aturan,” ujar Tarmizi.
Abdullah Puteh pun langusng menimpali, “Iya benar, maksud saya bagini, ketika menerima laporan, tidak langsung ditindaklanjuti, tapi kan ada tim analisis Bapak ada kan? Bapak analisis dulu, betul nggak? Kalau ada pelanggaran, Bapak tanya mana buktinya, maaf Pak ya, Anda itu adik saya,” ujar Abdullah Puteh .
Tarmizi bersama Anggota Panwaslih lainnya juga bertahan pada pendapatnya. Selaku pengawas tahapan Pilkada Aceh, mereka mengatakan bahwa Panwaslih Aceh berhak memanggil Abdullah Puteh atas laporan KPIA tersebut.
Bahkan menurut Tarmizi, jika ada laporan tapi mereka tidak memanggil pihak terlapor, bisa-bisa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan memecat mereka karena abai dari tugas.
“Maka, setiap ada laporan wajib kita tindak lanjuti, setelah itu akan diputuskan, diteruskan, atau dihentikan, hasil klarifikasi baru menunjukkan dia melanggar atau tidak. Untuk itulah kami memanggil Bapak hari ini, kita tidak dan belum menyatakan Bapak melanggar. Silakan orang bilang Bapak bersalah, tapi kita ingin klarifikasi itu, yakni klarifikasi atas laporan KPIA,” jelas Tarmizi.
Abdullah Puteh saat diwawancarai awak media seusai pertemuan itu mengatakan bahwa KPIA tidak profesional, bahkan atas tudingan kepada dirinya yang menilai ia berujar tidak pantas, Puteh mengatakan bahasa Indonesia KPIA tidak benar. “KPIA tidak profesional, mereka menganggap ini pelanggaran, padahal kita nggak melanggar apa pun. Jadi, saya menolak hari ini untuk mengklarifasi,” imbuh Puteh.
Anggota Panwaslih Aceh, Tarmizi yang juga diwawancarai media seusai pertemuan itu mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan bila Abdullah Puteh tak mau memberi klarifikasi. Ia menegaskan, Panwaslih Aceh dalam hal ini belum memutuskan cagub yang dipanggil itu bersalah atau tidak. “Setelah menerima laporan kita memanggil, kita tidak langsung menyatakan itu pelanggaran, sebelum kita lakukan klarifikasi kepada pelapor dan terlapor. Kita akan memplenokan dulu. Hari ini kita belum mengambil kesimpulan apa-apa,” pungkas Tarmizi.
Sementara itu, Apa Karya yang datang lebih awal, menyampaikan klarifikasinya bersama Teuku Alaidinsyah selaku wakilnya. Apa Karya dimintai keterangan terkait pertanyaannya kepada Zaini Abdullah dalam debat tahap satu, soal gonta-ganti kepala dinas dan harus memberikan sejumlah uang untuk menjadi kepala dinas. Ia kemudian mengklarifikasi soal itu dengan menunjukkan koran Serambi Indonesia edisi 20 Desember 2016 yang memuat berita berjudul ‘Diisukan, Tarif Jadi Kadis di Aceh Rp 3-5 Miliar’.
“Lon baca surat kaba, nyan debat kandidat tanggai 22 Desember 2016, yang dikheun le Plt tanggai 20, nyoe pat cok/Saya baca surat kabar. Debat kandidat tanggal 22 Desember 2016, sedangkan yang diomongi Plt tentang itu tanggal 20. Ini korannya, ambil,” terang Apa Karya.
EmoticonEmoticon