Rabu, 11 Januari 2017

Sosok Tgk Azhari, S. Pd.I. Yang Mengaum di Podium Pilkada Bireuen

Bireuen – Suaranya lantang, keras dan menukik saat mengkritik. Tapi, saat ia memberi pemahaman, suaranya lembut dan mendayu. Apalagi saat ia menyapa, nada penuh hormat begitu terasa.
Dia adalah Tgk Azhari, S. Pd.I. Sejak ia mengucap salam hingga menutup pidato dengan salam, ekpresi wajah massa yang hadir terdiam menyimak, atau bertepuk tangan kala ia menyampaikan kritik, dan menunduk saat ia memberi penjelasan. Kaum ibu yang disapa dengan panggilan ummi langsung terpesona oleh kesyahduan suaranya.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PDA Bireun itu adalah juru kampanye di pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bireuen, H. Saifannur – Dr Muzakkar A Gani yang memegang nomor urut 6.
PDA memang salah satu partai politik lokal yang bersama partai politik nasional lainnya mengusung pasangan FAKAR. Ada partai Golkar, ada NasDem dan ada juga Demokrat. H. Saifannur dan Muzakkar A Gani kembali lagi ke pentas Pilkada Bireuen setelah memenangkan kasasi di Mahkamah Agung.
“Nyo salah saboh tanda bahwa ureueng yang ka dikira mate le kandidat laen, ternyata ka udep loem,” kata Azhari tentang kembalinya Saifannur ke pentas Pilkada Bireuen.
Baginya, itu menjadi pertanda bahwa sosok Saifannur adalah pribadi yang pantang menyerah, dan Bireuen menurutnya membutuhkan sosok pelayan masyarakat yang pemberani dan pantang menyerah demi memperjuangkan nasib rakyat dan kemajuan Bireuen.
Pelayanan Masyarakat
Bagi Azhari, Bupati dan Wakil Bupati bukanlah pemimpin bagi masyarakat melainkan pelayanan bagi masyarakat dan daerah. Menurutnya ada perbedaan antara pemimpin dan pelayanan masyarakat.
Pemimpin adalah sosok yang sewajarnya dihormati karena pemberiannya kepada rakyat. Raja adalah pemimpin yang mesti ditaati oleh rakyatnya. Dalam skala kecil, ulamapun pemimpin bagi umatnya dan wajib dihormati oleh umat baik karena kedudukannya maupun karena pemberian ilmu dari ulama. Begitu pula pemimpin-pemimpin lainnya dalam skala yang berbeda, di tempat yang berbeda pula, termasuk kaum pejuang adalah pemimpin karena keberaniannya dengan taruhan nyawa sekalipun.
Berbeda dengan pemimpin, pelayan masyarakat adalah seseorang atau lebih yang dipilih dan kemudian diangkat untuk maksud memberi pelayanan kepada tuannya. Dalam konteks daerah tuan dari pelayan masyarakat itu adalah rakyat atau masyarakat itu sendiri.
“Jadi, bupati nyan adalah pelayan masyarakat, yang apalabila hana bereh dikeureuja jeut ta kritik, dan keumah ta teunak jika meulanggeh dari kehendak tuannya, yaitu rakyat,” sebutnya dengan nada meninggi.
Azhari melanjutkan, sedangkan pemimpin hana jeut ta kritik apalagi tidak berdasarkan ilmu, apalagi sampai harus memarahi pemimpin. Pemimpin, seperti raja, sultan (skala kerajaan), pemimpin umat seperti ulama, pemimpin sekolah seperti kepala sekolah, apalagi pemimpin dayah dan perguruan tinggi adalah sosok yang mesti dihormati.
“Tanyo sebagai santri, aneuk didik, umat, pejuang wajeb ta hormati ulama, guree dan mualem, panglima. Jadi bek ta peutron pangkat para pemimpin menjadi pelayan, watee hana bereh but ka keunong teunak. Ummi loen, bak tanggai 15 buleun dua, yang ta pileh adalah bupati dan wakilnya sebagai pelayan masyarakat, jadi bek ta peujeut pemimpin geutanyo yang kana menjadi pelayan tanyo,” sebutnya dengan nada syahdu kala mengajak ibu-ibu.
Bagi Azhari, bupati dan wakil bupati pemimpin bagi aparatur pemerintahan namun sebagai pelayan bagi masyarakat. Di pemerintahan keduanya memimpin aparatur agar menjadikan visi dan misi pelayanan kepada masyarakat dapat terlaksana dengan baik.
Pembangunan adalah sajian yang mesti dibuat sebaik-baiknya untuk disuguhkan kepada masyarakat. Begitu pula pelayanan masyarakat, rakyat harus dilayani dengan baik bila ada pengurusan. Sebagai pelayan masyarakat bupati dan wakil bupati mesti memimpin aparaturnya dengan baik sehingga terhindar dari korupsi atau tindakan lain yang dapat mengurangi kebaikan dalam tugas melayani rakyat.
Tgk Azhari adalah aneuk gampong Rancong kelahiran 1 Januari 1974 yang kini tinggal di Keurumbok, Kutablang. Pada masa Aceh berkonflik, Azhari pernah menjadi Panglima Sago (1999) dan menjadi Ulee Sago (2001) dan usai perdamaian dipercaya sebagai Koordinator Sago Kuta Syuhada atau yang perna dikenal Sago Kuta Mese.


EmoticonEmoticon