Selasa, 21 Februari 2017

Kasdam IM Sarankan Waktu Rekap Suara Diperpendek

* Terlalu Lama, Rawan Manipulasi

BANDA ACEH - Kasdam Iskandar Muda, Brigjen Achmad Daniel Chardin menilai, waktu tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara pemilu yang terdapat dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah sekarang ini, yakni sembilan hari lamanya baru sampai ke provinsi, terlalu panjang dan sangat rawan dimanipulasi pihak-pihak tertentu.
“Dengan kemajuan teknologi informasi (IT) yang dimiliki bangsa Indonesia saat ini, harusnya waktu penghitungan suara dari TPS ke kecamatan, kabupaten/kota, provinsi sampai ke KPU Pusat, bisa lebih dipersingkat lagi,” kata Achmad Daniel pada acara jaring pendapat antara Tim Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR RI dengan Anggota Muspida Aceh, KIP, Bawaslu, Panwaslih, dan instansi terkait lainnya di Ruang Pertemuan Potensi Daerah Lantai II Kantor Gubernur Aceh, Senin (20/2).
Daniel mencontohkan waktu penghitungan suara pilkada serentak yang sedang berlangsung di Aceh dan enam provinsi lainnya. Di tempat pemungutan suara (TPS) 1 hari, dari TPS ke kecamatan tiga hari, dari kecamatan ke kabupaten/kota tiga hari, dan dari kabupaten/kota ke provinsi tiga hari. Jadi, total waktu penghitungan suara pemilih dari TPS sampai ke KIP provinsi menghabiskan waktu 9-10 hari.
Padahal, kata Daniel, jika setelah penghitungan dari TPS-TPS di desa datanya langsung dikirim ke KPU/KIP kabupaten/kota dan KPU/KIP provinsi, maka pada hari kedua atau ketiga, masyarakat sudah tahu pasangan calon bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota dan gubernur/wakil gubernur mana yang terpilih.
Sekarang ini, untuk mengetahui pasangan bupati/wali kota yang terpilih, kata Daniel, masyarakat butuh waktu enam hari dan untuk gubernur/wakil gubernur waktunya sampai 10 hari.
Waktu tunggu itu, menurut Daniel, masih panjang dan sangat rawan untuk terjadi konflik dan manipulasi data. Kecuali itu, biaya pengamanannya jadi besar. Aparat keamanan yang seharusnya tiga hari setelah pemungutan suara sudah bisa ditarik dari lokasi TPS-TPS di desa dan PPK kecamatan.
Karena tahapan waktu penghitungan dan rekapitulasi totalnya dari TPS sampai ke kabupaten/kota dan provinsi sampai sepuluh hari, aparat kepolisian dan TNI yang di-BKO-kan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemilih di desa-Desa, belum bisa ditarik ke baraknya masing-masing.
Untuk itu, kata Daniel, dalam penyusunan RUU Penyelenggaraan Pemilu 2019, waktu penghitungan dan rekapitulasi suara pemilu bisa dipersingkat, supaya aparat keamanan yang bertugas di TPS-TPS di desa-desa, bisa secepatnya ditarik, sehingga anggaran biaya pengamanan pimilu legislatif, pilpres dan pilkada yang harus dikeluarkan pusat dan pemda jadi lebih efisien lagi.
“Belajar dari pemilu Presiden Amerika Serikat, dalam waktu dua hari rakyatnya sudah bisa mengetahui presidennya yang baru, yakni Donald Trump,” tutur Daniel.
Menanggapi pertanyaan Tim Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR RI, H Yandri Susanto SPt dan rombongan tentang kondisi keamanan di Aceh selama pelaksanaan pilkada serentak 2017 mengatakan, aman-aman saja. Kondisi yang terjadi di lapangan, sangat bertolak belakang dengan kondisi yang diperkiraan Bawaslu Pusat sebelumnya.
Pihak Bawaslu menyatakan, Pilkada Aceh masuk dalam kategori rawan gangguan kemanan dan konflik, setelah Papua. Tapi fakta yang terjadi tidak seperti itu. Kegaduhan politik dan gesekan antarpasangan calon bupati/wali kota dan gubernur, tetap terjadi di lapangan, tapi bisa diselesaikan dalam waktu 24 jam tidak sampai ke pengadilan. Pilkada Aceh tahun 2017, sangat berbeda sekali dengan suasana Pilkada 2012. Sekaranagan ini, kondisinya cukup aman dan damai.
Sementara itu, Pakar Hukum dari Unsyiah, Prof Husni Djalil yang hadir dalam pertemuan itu menyaranakan kepada Tim Pansus Penyusunan RUU Penyelenggaraan Pemilu yang baru dari DPR RI, dalam pembahasan draf RUU Penyelenggaraan Pemilu yang baru ini, perlu juga diperhatikan isi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Maksudnya, jangan karena keasyikan menyusun materi pemilu yang berlaku umum, sehingga terlupakan daerah yang memiliki kekhususan dan keistimewaan seperti Aceh. Tujuannya, agar RUU Penyelenggara Pemilu yang baru nanti tidak membuat UUPA jadi “mati suri”, seperti yang terjadi sekaranag ini. Salah satu contohnya, dalam UUPA, konflik pemilu diselesaikan ke Makamah Agung, tapi karena UU Pilkada yang baru diselesaikan ke Makamah Konstitusi, sehingga konflik Pilkada di Aceh pun harus bermuara ke MK juga.
Acara jaring pendapat Tim Pansus RUU Penyelenggara Pemilu DPR RI itu dipimpin Sekda Aceh Dermawan bersama Ketua Rombongan H Yandri Susanto SPt.
Pada acara ini, Kasdam IM, Brigjen TNI Achmad Daniel, dari Polda Aceh, pengadilan tinggi, Ketua KIP Aceh, Ridwan Hadi, Ketua Bawaslu Aceh, Askalani Panwaslih Aceh, Samsul Bahri, staf ahli Gubernur bidang Pemerintahan dan Politik, Dr M Jafar M Hum SH dan lainnya, turut memberikan masukan. Terutama terkait dengan masalah kekhususan Aceh yang terdapat dalam UUPA.
Tim Pemerintah Aceh yang hadir meminta Tim Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu dari DPR RI agar dalam penyusunan RUU pemilu yang baru juga memperhatikan isi UUPA, jangan sampai mati suri.


EmoticonEmoticon