AIDIL Fitriadi (27), terdakwa eksekutor penggranatan yang menyebabkan tiga orang tewas, dikawal pihak kepolisian dan kejaksaan untuk mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Redelong, Bener Meriah, Selasa (28/2).
Pernah Dikirim Parsel Beracun
REDELONG - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kajari Bener Meriah menuntut hukuman mati terhadap Siti Zulaiha (40) dan eksekutor penggranatan yang tak lain adalah adik kandungnya, Aidil Fitriadi (27) pada sidang keempat di Pengadilan Negeri Redelong, Selasa (28/2).
Dua bersaudara itu didakwa jaksa berkonspirasi melakukan penggaranatan yang menewaskan istri pertama dan dua orang anak Mansyur Ismail, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRK) Bener Meriah. Terdakwa Siti Zulaiha sendiri merupakan istri kedua Mansyur Ismail.
Sidang kemarin berisi agenda pembacaan tuntutan oleh JPU yang berlangsung sejak pukul 14.30 WIB, dipimpin hakim ketua Azhari MH, didampingi hakim anggota, Yusrizal MH dan Maratua HR SH.
Dalam tuntutan yang dibacakan Jaksa Kardono SH disebutkan bahwa penggranatan yang dilakukan terdakwa Aidil berakibat tewasnya Nurma (50), istri tua Mansyur Ismail serta dua putra mereka, Haris Sadiki Alhaj (7) dan Aulia Tahar (23). Jaksa mengkualifisir perbuatan tersebut sebagai tindakan menghilangkan nilai sosial kemanusiaan.
Kedua terdakwa juga dinyatakan jaksa secara sengaja dan sadar melakukan tindakan merampas nyawa orang lain. Dalam penilaian jaksa, unsur rencana juga dapat dibuktikan dalam perkara ini. Indikasinya, terdakwa secara sengaja telah menyusun rencana untuk menghabisi nyawa orang lain dengan persiapan yang terencana matang.
Malah berdasarkan keterangan sejumlah saksi terungkap pula bahwa terdakwa Aidil Fitriadi, beberapa hari sebelum mengeksekusi mobil dinas yang berpelat BL 136 Y itu, telah mengirim parsel atau paket berupa makanan dan minuman yang sudah diracuni ke rumah korban. “Berdasarkan pernyataan terdakwa, pengiriman paket beracun itu dimaksudkan supaya keluarga korban meninggal secara perlahan-perlahan,” ungkap Jaksa Kardono saat membacakan tuntutan.
Dalam nota tuntutan itu jaksa juga menyebutkan peran Siti Zulaiha. Bahwa terdakwa Siti Zulaiha sengaja menelepon suaminya dan menanyakan sedang berada di mana istri tua Mansyur Ismail. Setelah ia tahu bahwa istri tua Mansyur bergerak dari Bireuen ke Bener Meriah naik mobil dinas suaminya, Siti Zulaiha pun menghubungi adiknya, Aidil.
Kemudian, Aidil mengeksekusi korban menggunakan granat manggis saat mobil melintas di Kampung Menderek, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, Sabtu (17/9) sore dengan cara memasukkan granat tersebut ke dalam mobil melalui celah jendela yang terbuka.
Terdakwa melancarkan aksi tersebut menggunakan sepeda motor matic Honda Beat BL 4672 YF. Setelah granat berhasil ia masukkan ke mobil, sesaat kemudian terdengar ledakan dahsyat di dalam mobil.
Setelah itu, kata jaksa, “Dengan tanpa penyesalan terdakwa Aidil Fitriadi, menelepon kakaknya, Siti Zulaiha, dengan mengatakan ‘Kak, sudah saya lemparkan granat ke dalam mobil.’ Kemudian, Siti Zulaiha mengucapkan ‘alhamdullah’ karena adiknya sudah mengeksekusi Aulia Tahar.”
Aulia Tahar adalah anak sulung Mansyur Ismail dengan istri pertamanya. Remaja tersebut, berdasarkan versi Siti Zulaiha, sering menerornya selaku istri muda ayahnya. Karena Siti dendam, sehingga ia rencanakan untuk menghabisi Aulia Tahar melalui tangan adiknya.
Menurut Jaksa Kardono, penggunaan bahan peledak yang membuat tuntutan terhadap terdakwa tambah berat, karena digunakan untuk membunuh orang lain. Ini melanggar Pasal 1 ke-1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang pemilikan senjata atau bahan peledak.
Unsur lain yang memberatkan terdakwa adalah turut serta melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan ia mati. “Atas dasar itu, terdakwa Siti Zulaiha dan Aidil Fitriadi sudah memenuhi unsur dalam tindakan pidana. Juga dapat dijelaskan telah melawan hukum dan bisa dituntut sesuai kesalahannya dengan menjatuhkan tuntutan hukaman mati bagi kedua terdakwa,” kata Jaksa Kardono.
Satu-satunya hal yang meringankan terdakwa, menurut jaksa, adalah selama proses sidang dakwaan hingga tuntutan, terdakwa bertingkah normal serta menjawab pertanyaan hakim dengan baik, tidak berbelit-belit.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Railawati, setelah pembacaan tuntutan oleh jaksa, meminta kepada hakim untuk menyampaikan pleidoi atau pembelaan terhadap kliennya.
“Sebagai kuasa hukum terdakwa, kami akan menyampaikan pleidoi atau pembelaan secara tertulis, majelis hakim yang mulia,” kata Railawati SH. Sidang tersebut kemudian ditutup hakim ketua, Azhari MH dan akan dilanjutkan dua minggu kemudian, yakni pada Selasa (14/3.
Jaksa menjerat kedua terdakwa dengan pasal berlapis. Selain dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 340 juncto Pasal 155 ayat (1) ke-1 KUHPidana tentang perbuatan merampas nyawa orang lain, juga dibidik dengan Pasal 1 ke-1 UU Darurat No 12 Tahun 1951 tentang pemilikan senjata dan bahan peledak.
Terdakwa juga dijerat dengan Pasal 80 ayat (3) juncto Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Soalnya, kedua terdakwa telah melakukan kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian.
Kedua terdakwa, menurut jaksa, juga melakukan penganiayaan dengan lebih dulu melakukan perencanaan. Ini melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHPidana juncto Pasal 1 ke-1.
Kedua terdakwa juga dijerat dengan Pasal 80 ayat (2) juncto Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, di mana terdakwa turut serta dalam melakukan kekerasan terhadap anak. Faktanya memang di dalam mobil dinas tersebut terdapat seorang anak yang berusia 7 tahun, anak seorang tentara yang menumpang di mobil dinas Mansyur Ismail tersebut
EmoticonEmoticon