Ketua Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad, mengaku pihaknya menemukan indikasi adanya money pilitik dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Bupati dan Wakil Bupati Bireuen yang dilaksanakan, Rabu (15/2/2017).
Zulfikar Muhammad kepada wartawan Jumat (17/2/2017) menyebutkan, ada indikasi money politik yang dilakukan salah satu calon.
“Hasil penelusuran, ditemukan indikasi politik uang yang dilakukan satu Pasangan Calon (Paslon), sehingga mendapat suara terbanyak dan memenangkannya,” katanya, tanpa menyebut dengan jelas nama paslon dan nomor urutnya.
Hanya saja, dia mengatakan, Paslon tersebut diusung sebuah Partai Nasional (Parnas) dan didukung beberapa parnas lain dan satu Parlok.
Menurutnya, dugaan Paslon tersebut melakukan politik uang, ada laporan pada tempat-tempat tertentu, dilakukan terang-terangan atau sangat vulgar oleh timsesnya. Dengan cara mendatangi mereka sehari sebelum hari pencoblosan, ada juga menemukan pada hari pencoblosan, lalu memberikan uang Rp100 ribu sekaligus meminta memilih Paslonnya.
“Kami telah mengumpulkan keterangan dari sejumlah warga, bahkan dari pengakuan warga, diketahui siapa orang yang melakukan itu. Secara kebetulan kami juga kenal dan juga saat itu terungkap aksi bagi-bagi uang tersebut dilakukan secara sistematis menggunakan jaringan keluarga,” ungkapnya.
Zulfikar menyebutkan, modus politik uang itu dilakukan dengan cara mengumpulkan KTP masyarakat yang disebut-sebut sudah sejak awal Februari 2017. KTP tersebut untuk dibuat list daftar nama masyarakat sebagai dokumen penerima uang seratus ribu dari salah satu calon itu.
“Kami temukan kasusnya, warga yang memberi foto copy KTP, diberikan uang Rp100 ribu, pada hari menjelang pencoblosan, bahkan ada yang diberikan setelah mencoblos. Kita sekarang ini terus mengumpulkan data-data tambahan lainnya, hampir semua kecamatan di Bireuen ada dibagi-bagi uang kepada masyarakat,” sebut Zulfikar
Karena itu, pihaknya meminta tanggung jawab dari negara untuk mengungkap politik uang di Bireuen sampai tuntas dan terungkap kebenaran hal tersebut, supaya warga Bireuen ke depan tidak apatis kepada pelaksanaan Pemilu mendatang. “Kami lihat pihak Panwaslih, Panwascam dan Panwas lapangan dan juga pihak penegak hukum terkesan sengaja mengabaikan proses bagi-bagi uang yang dilakukan timses satu calon tersebut,” jelasnya.
Bahkan, lanjutnya, yang tidak masuk akal ada yang ditangkap tangan oleh warga, lalu diserahkan kepada polisi bersama barang bukti dan saksi, namun tidak lama dilepaskan lagi langsung di hadapan masyarakat tanpa ada proses hukum.
Selain itu, anggaran untuk Pilkada, lanjutnya, ada dianggarkan dari pemerintah kepada pihak keamanan dan para pelaksana Pilkada. Hanya pihak terkait terkesannya lamban menanganinya, sehingga juga menjadi tanda tanya warga apa yang terjadi di Bireuen menjelang pelaksanaan pencoblosan di Bireuen.
“Kita minta Kapolda Aceh untuk mengusut tuntas kasus dugaan politik di Bireuen, karena diduga modusnya sangat rapi dan sudah menjadi rahasia umum, bahkan sekarang ini, Bireuen ada yang telah menjulukinya dengan nama Kota Seratus Ribu dan Kota Uang, ini sangat memalukan dan memilukan bagi warga Bireuen lain,” katanya.
Membagi-bagikan uang pada Pemilukada apalagi menjelang hari pemilihan bukan hanya termasuk pidana pilkada, namun itu juga termasuk pidana umum yaitu suap menyuap dan itu harus diungkap dan pelakunya ditangkap, lalu diproses dengan aturan dan hukum yang berlaku. Pemberi dan penerima uang harus dijerat dengan hukum.
Ditambahkan Zulfikar, panitia pengawas pemilihan (Panwaslih) Bireuen seharusnya menjadi alat kontrol pada pilkada di Bireuen tahun ini. Pawaslih seharusnya dapat melakukan tangkap tangan, jangan menunggu masyarakat melapor.
“arena masyarakat orang lemah dari segala hal, sehingga kurang berani melapor. Jangan hanya tunggu laporan dan duduk manis karena mereka dibayar oleh negara. Fungsi pencegahan panwaslih sekarang bisa tangkap tangan berbeda dengan dahulu. Panwaslih jangan takut pada salah satu calon,” kata Zulfikar.
Hal yang sama diungkapkan, peneliti dari Aceh Institut, Muazzinah Yakob B.Sc, MPA yang menyebutkan, pihaknya juga mendapat informasi tentang politik uang yang terjadi di Pilkada Bireuen. “Ada terdengar suara masyarakat, sayang sekali harga masyarakat Bireuen hanya seratus ribu,” kata Muazzinah.
Katanya, dia juga mendapat informasi, ada timses yang bagi-bagi uang dan penerima uang yang ditangkap oleh masyarakat dan dibawa kepolsek. Tapi setelah itu selesai dan tidak ada proses lanjutnya. “Dengan politik uang ini sangat meresahkan masyarakat. Kondisi money politik harus jadi pidana korupsi. Masyarakat masih kabur tentang kos (ongkos kerja) politik dengan money politik,” pungkas Muazinah.
Sementara itu, Ketua Panwaslih Bireuen, Muhammad Basyir S.HI membantah pihaknya hanya duduk manis, dia beralasan semua laporan yang sudah masuk semua ditanganinya. “Pelapor tidak mau menjadi saksi dan tidak mau hadir saat dihubungi panwaslih, lalu pelapor mematikan HP,” sebut Basyir.
EmoticonEmoticon