Bireuen – Sosok Panglima Batee Iliek itu masih tetap kalem meski tubuhnya masih kekar sebagaimana dahulunya. Keramahannya kepada wartawan, mengingatkan kenangan lama dimana ia juga sudah ramah dengan para insan pers.
“Saya dari dahulu sudah membangun hubungan dengan wartawan,” sebutnya dengan senyum yang tanpa dibuat-buat di bale yang berdiri dalam lingkungan pekarangan rumahnya, Jumat (10/3) sore.
Kami sejenak bernostalgia tentang masa-masa konflik. Kisah yang membuatnya tetap berada di atas prinsip perjuangan. “Kepentingan Aceh yang utama tat,” sebutnya sambil menjelaskan kekhususan yang dimiliki Aceh dan itu harusnya bisa membuat Aceh bisa lebih maju dengan apa yang dimiliki alam Aceh.
“Meuyo gadoh perjuangan dan perdamaian nyo sangat ta sayangkan, kecewa tanyo bangsa Aceh, harapan tanyo bak uu droe,” tegasnya.
Menurutnya, tidak lagi soal siapa yang mesti duduk sebagai pimpinan, sejauh itu dipilih dan dipercaya oleh rakyat. Perbedan menurutnya pasti terjadi dalam politik, apalagi di musim pilkada. “Maseng-maseng peublo ubat droe, tapi habeh pilkada beugot loem untuk bangun Aceh,” tambahnya.
“So yang duk duk, mandum na hak duk, paleng trep dua go sapo duk, yang penteng ata nyo (UUPA) bek gadoh. loen lagee nyan prinsip. Nyo bek gadoh, Rugo geutayo karena rame tat kurbeun ureueng Aceh,” tegasnya lagi.
Kami juga berdiskusi tentang pilkada provinsi. Pejuang eks Libya itu banyak memberikan pandangannya, lika liku selama pilkada, perbedaan pandangan, dan juga tekadnya untuk berbenah. Menurutnya, apa yang menjadi prinsipnya sudah dikomunikasikan dengan jajaran yang lebih tinggi.
Sejenak, pria yang kini berusia 57 tahun ini juga berkisah saat berlatih selama setahun di Libya. Dia yang seangkatan dengan Abu Razak dan Sarjani mengaku latihan di Libya bukan latihan yang mudah. “Standar erofah dipakai, hana cocok dengon tanyo dari Asia, brat dan na yang payah kliek,” ceritanya sambil tertawa kecil.
Menurutnya, yang melatih mereka disamping tentara asli Libya juga tentara asing yang direkrut Libya dari berbagai negara yang sudah pernah mengalami uji perang. “Ta nging, na bekas cacat bak tuboh jih, na tentara yang di sino pernah latihan berat moto tang, troh keudeh payah klik,” ceritanya.
Darwis juga menjelaskan prinsipnya usai konflik. Menurutnya, ia bukanlah sosok yang mengejar jabatan. “Dile na wartawan yang tayong, pu habeh konfik na rencana terjun lam politik, dan loen jaweub han,” sebutnya sambil menyebut kesukaannya menjadi diri yang bebas tapi tetap ada dalam garis dan barisan perjuangan di era damai. Posisinya sekarang adalah amanah yang diletakkan oleh Mualem dan ia bertekad untuk kembali berbenah demi memastikan perjuangan kembali bersatu setelah mengalami perpecahan sementara di pilkada.
Menurutnya, yang menjadi cita-cita sekaligus harapannya adalah Aceh harus lebih baik, lebih maju, rakyat jangan ada yang lapar karena miskin, rakyat di gampong jangan ada yang jadi buruh di lahan orang, pengangguran tidak ada lagi, dan para investor hadir dan bersedia menanam modal di Aceh.
“Cita-cita loen Aceh nyoe beu leubeh got dan beu leubeh maju, bek na le ureueng gasin, bek na ureueng gampong duk bak lampoh gob, pengangguran bek meutamah, aneuk tamat sikula beu na sikula, modal aseng beu ek geupuwo mangat bek na pengangguran,” jelasnya tentang yang menjadi harapannya.
Mantan Panglima GAM Batee Iliek itu mengingatkan agar sesama Aceh jangan berkelahi, sebab jika sesama Aceh berkelahi maka apa yang sudah dihasilkan oleh perjuangan tidak ada lagi yang jaga. “Saboh-saboh dipeureuloh,” ingatnya.
EmoticonEmoticon