BIREUEN - Akibat terlalu jauh memutar untuk beranjak ke sekolah, sebagian besar siswa SMP, MTsN dan tingkat SMA di kawasan pinggir jembatan Krueng Tingkuemn, Kecamatan Kutablang, Kabupaten Bireuen lebih memilih menumpang perahu milik penambang pasir.
Menurut sejumlah warga selama dibongkarnya jembatan, sebagian besar anak-anak, terutama siswa yang rumhanya di bagian barat jembatan memilih naik perahu panambang pasir, agar bisa menyeberang ke arah timur untuk bersekolah.
“Kalau mereka berangkat ke sekolah melalui jalur jalan anternatif, arah utara Krueng Tingekum, Cot Mee hingga ke pusat Kota Kecamatan Kutablang terlalu jauh, belum lagi saat pulang,” kata seorang warga Krueng Tingkeum, Amiruddin, Kamis (16/3/2017).
Bahkan selama pembokaran jembatan ini, tambahnya, sebagian siswa tingkat MTSN dn SMP banyak yang libur sekolah. Lantaran terlalu jauh memutar untuk tiba di sekolah. Sementara letak sekolah mereka hanya terpaut 1 kilometer dari rumahnya.
Selain Amiruddin, hal yang sama juga dikatakan warga Kutablang lainnya, Helmi. Seharusnya, kata Dia, sebelum jembatan itu di bongkar, pemerintah daerah atau pemerintah provinsi membangun satu unit jembatan darurat yang bisa dilintasi kendaraan roda dua, atau untuk jalur siswa sekolah.
“Yang kita sayangkan, anak-anak yang mau mengaji malam. Apakah mereka juga harus berangkat memutar arah dengan begitu jauh setiap malamnya,” keluhnya.
Anehnya, kata warga, kesulitan masyarakat ini tidak membuat anggota DPRK Bireuen bersuara. “Kadang kami heran, fungsi DPRK Bireuen itu sebenarnya untuk apa, apakah duduk manis dan terima gaji saja. Sementara rakyatnya tidak ada yang peduli,” sebut bebarapa warga lainnya di sebuah warung di Kutablang.
Pemilik perahu penambang pasir, di aliran sungai Krueng Tingkeum, Kutablang, Kabupaten Bireuen menuntun siswa saat pergi dan pulang sekolah, pascadibongkarnya jembatan tersebut, Kamis (16/3/2017).
EmoticonEmoticon